POV : Anja
Aku sedang berkutat
dengan soal fisikaku sambil mengunyah permen karet bersama Jamie di
perpustakaan.
“Jamiee... this is so hard,” aku mengerang sambil
menyandarkan kepalaku di meja.
“Sst... You can do this. Now, jangan mengeluh yang nggak-nggak. Ini rumusnya salah,” Jamie
menunjuk ke salah satu soal di bukuku, tepat di depan mataku. Aku menyentilnya
pelan. “Nja, you need to study.”
“Aku capek.”
Jamie menepuk punggung
bahuku. “Nja, kamu kecapean mikir.” Ada benarnya juga sih. Kalau aku melihat
pelajaran yang susah, otakku pasti melayang kemana-mana.
Pelan-pelan, Jamie
melepas ikat rambutku lalu mengikatnya kembali. “Tuh kan, kalo kamu kebanyakkan
mikir, nanti rambutmu mencuat kemana-mana.” Rambutku disisir dengan tangannya.
“Jamie, you sound gay.”
“You’re a girl, not a boy. Actually,
the only girl I care about.” Aku duduk tegak. Menatapnya. Rambutku sudah
diikat rapi.
“What the hell happened to you?” mataku awas. Kutelusuri seluruh
wajahnya
“I’m your guardian.”
“No, you’re not! My parents’ my guardian.”
Ia tertawa. “I’m just joking.” Aku masih menatapnya
awas, lalu melihat dua sosok di belakangnya.
“Hi Hyosung! And, Valerie!” aku menyapa mereka berdua. “So you guys finally knows each other, eh?”
aku nyengir lebar. Jamie melihat mereka berdua dan ikut tersenyum. Hyosung diam
saja. “Hyosung, you really gotta speak up!”
aku tertawa.
“Sepertinya kita
mengganggu kedua lovebirds ini,”
sindir Valerie. “Mau ke kantin, Hyosung?” ajaknya.
Tiba-tiba bel
berbunyi. Waktunya masuk kelas. Aku segera membereskan buku-bukuku.
“Looks like it’s class time,” aku menghela napas, “Anyway, we’re not lovebirds, he’s just my
guardian,” aku mengedipkan mataku ke Jamie.
Hyosung menatapnya
bingung, dan Valerie tertawa.
No comments:
Post a Comment