Tuesday, March 26, 2013

Chapter 5


Point of view ^^ - Schuyler

                Langit itu biru, begitu juga laut. Tanah itu coklat, begitu juga kayu. Bunga matahari itu kuning, begitu juga teriknya matahari. Aku dan kau, bagaikan dua unsur yang sama. Memiliki warna yang sama setiap harinya. Aku berpikir apakah benar kau memang seseornag yang dikirimkan Tuhan untukku. Walau sekarang, aku menyesalinya. Aku terdiam, merenung. Pukul lima sore, sebentar lagi matahari akan kembali ke peraduannya. Aku menekuk kakiku, duduk dengan memeluknya dengan satu tangan sembari yang lainnya memainkan indahnya pasir putih di pantai ini. Aku tak sanggup tuk tengadahkan kepalaku. Selalu saja ada bulir-bulir air yang jatuh setiap aku mencoba untuk tenang. Satu tarikan nafas, berarti keinginan untuk meredam itu semua yang selalu saja gagal. Aku menengadahkan kepalaku. Akhirnya, melihat lembayung senja yang tergambar indah di depan mataku. Aku tersenyum, andai saja ia disini. Dan, air mata itu pun jatuh lagi.
_Flashback_
                “Mari kita berpisah. Aku tak berpikir bahwa kita akan baik-baik saja.”
                Aku terdiam, aku mengangkat kepalaku dan menatap mata coklat terang itu. Aku terdiam, mulutku kelu. Aku tak dapat menggerakan mulutku, bahkan tak ada kata yang aku pikirkan.
                “Mengapa?”, tanyaku pada akhirnya.
                “Tidak. Hanya saja satu bulan dari keseluruhan 4 tahun hubungan kita terasa hambar. Maaf.”
                Aku menunduk, menahan segala air mata yang ingin keluar. Tak berani aku menatap wajahnya. Aku mungkin malu. Namun sebagai wanita – yang sangat mencintai dia, aku tak boleh memperlihatkan air mataku, apalagi menunjukkan luka yang menganga di hati. Entah, aku tak mau.
                “Maaf, aku minta maaf, Schuyler.”
                Dan seketika itu, hujan turun. Aku merasakan langit ikut menangis bersamaku. Tanpa berpikir, aku berlari, meninggalkan tempat itu, dan berlari menembus rintik-rintik air hujan. Aku melihatnya, berlari menyusulku. Aku mencoba tersenyum di tengah hujan.
                “Schuyler, apa kau baik-baik saja?”, tanyanya. Aku mencoba tersenyum di tengah tetesan air yang semakin membasahi tubuhku.
“Tidak. Aku tidak apa-apa. Lihat?”, aku mencoba tersenyum lebih lebar. Aku melihatnya tersenyum lagi. Dan hanya itu, aku beranikan diri untuk menutupinya, tentu saja tangisku di tengah tetesan air hujan.
_End of Flashback_
                “Until you return, I’ll wait for you. Until you return, I’ll cry a bit. When the rain comes, no one will know. Whether it’s tears or raindrops.~”
                Aku bersenandung sembari mengelilingi pantai ini sekali lagi. Angin sepoi-sepoi kembali membuat rambutku berantakan. Dalam sendunya senda, aku berharap melupakan dia. Karena pada kenyataanya, ia telah bersama yang lain...

No comments:

Post a Comment