Tuesday, March 26, 2013

Chapter 4


POV – Hyosung

                Kuhempaskan tubuhku ke atas tempat tidur dan kututup mataku. Akhirnya, aku punya teman! Ada yang mengajakku bicara! Aku senang sekali. Nama perempuan itu Anjani. Dia juga blasteran , seperti aku. Ayahnya berasal dari Texas. Karena sangat tertarik dengan Indonesia, ayahnya merantau ke negara ini dan akhirnya menikah dengan istrinya saat ini, alias ibu Anja. Anja sangat friendly, meski agak cerewet “sedikit”. Dia juga selalu bersemangat dan selalu ceria. Seperti tidak punya masalah dalam hidupnya.
                Kalau dipikir-pikir, selain masalah AKU TIDAK PUNYA TEMAN, sekolah baruku lumayan menyenangkan juga. Sekolah ini memperbolehkan murid memakai baju bebas. Padahal di SMA swasta lain, semua murid harus memakai seragam yang “menurutku” culun. Mungkin karena aku berasal dari Seoul, fashion rate-ku lebih tinggi. Entahlah...
                SMAK Kriza juga punya seragam sih... dan kurasa seragamnya lumayan. Tapi tetap saja, 99% murid memilih untuk memakai baju bebas. Bicara soal seragam, di kelasku ada SATU anak yang memakai seragam. Kalau tidak salah namanya Valerie.
                Valerie sepertinya anak yang aktif. Larinya sangat cepat. Kemanapun aku pergi, hanya dalam hitungan menit aku akan segera melihatnya lagi. Dia seperti terbagi-bagi! Dia ada di seluruh sudut sekolah, dan sepertinya seluruh murid mengenalnya. Mulai dari kelas X sampai XII, semuanya menyapa Valerie dan dia balas menyapa mereka “lengkap dengan nama mereka!!!”. Ingatannya mengerikan.
                Kubuka tas sekolahku dan kukeluarkan buku suratku. Ya, buku yang berisi surat untuk “kakak”-ku, Yongguk-ssi. Di sampul depan, terpampang huruf-huruf yang kutulis.
                TO : CHOI YONG GUK () MESSAGE BOOK
                Yongguk adalah sahabatku yang terdekat. Saat pertama kali aku tahu aku akan meninggalkan Seoul, dialah orang pertama yang terlintas di kepalaku. “Kakak”-ku yang sangat kusayangi. Setiap hari sejak aku sampai di Indonesia, aku menulis surat untuknya di buku ini. Tetapi, aku tidak mau mengirimkannya. Aku takut terkesan cengeng. Aku akan tetap menulis “surat” ini setiap hari. Dam jika buku ini sudah penuh, aku baru akan mengirimnya ke Seoul lewat air mail.
                Kupandangi frame foto yang kuletakkan di atas mejaku. Di frame itu, terpasang fotoku bersama Yongguk, Ji Eun, dan Junhong, sahabat-sahabatku di Seoul. Kami selalu berhubungan lewat whatsapp dan skype, tapi tetap saja rasanya sepi. Apalagi, Yongguk jarang ikut karena dia sedang fokus untuk diterima di sebuah entertainment.
                Yongguk-ssi, am I able to have best friends here???...

No comments:

Post a Comment