Tuesday, April 23, 2013

Author's Note from "altariaa"

Hello everyone, annyeonghaseyo yeoreobun :) mannaseo bangabda! ^^

Well, gak ngeselin emang tiba-tiba Schuyler ilang gatau kemana (padahal apa yang ingin saya raih belum sempet saya ketik -_-) tapi begitulah. tapi saya sudah kembali - akhirnya, haha.

perkenalkan, je ireumeun altariaa ibnida (nama saya altariaa). bergabung dalam Lingering Tale ini dengan tokoh utama Schuyler dan dilanjutkan (mirip upacara ... whatever lah -_-) dengan tokoh-tokoh seperti Luhan, Daniel, dan sebagaimacamnya. tunggu aja yaa :) gamsahabnida yeoreobun :)

ps : tolong kasih komentar yang membangun ya buat cerita kami semua. komen kalian sangat membantu dan bermanfaat loh buat kita mengembangkan ide-ide kita (dan menjatuhkan satu sama lain ._.)

Monday, April 8, 2013

Chapter 24


Valerie’s POV

Tiba-tiba terdengar suara teriakan Jamie, “Hyosung!”
Hyosung? Ada apa dengan Hyosung? Terdengar suara pintu yang terbuka lalu dibanting. Akupun berlari keluar, mengabaikan larangan Anja. Rasa khawatirku lebih besar.
“Hyosung kenapa, Jam!?”, teriakku.
“Lu disini!?”, balasnya kaget. Matanya terbelalak.
“Hyosung kenapa???”, desakku lagi, mengabaikan keterkejutannya.
“Ikut gua.”
***
Lambang UGD tertulis besar-besar disana. Aku duduk termenung. Kakiku tak dapat berhenti bergetar, menandakan besarnya rasa khawatirku. Hyosung... apa yang terjadi padamu? Kenapa kamu tiba-tiba pingsan? Ada apa denganmu, Jamie, dan Anja?
‘Nyuut.” Kepalaku terasa sedikit sakit. Rasanya ada yang menekannya.
So that’s Val’s mom?”
Yeah...
Josh!? Itu kan suara Josh!? Aku menoleh cepat ke arah suara tersebut. Disanalah kulihat Josh dan Schuyler. Berdiri berhadap-hadapan di depan kasir.
‘Nyuuut.’ Rasa itu muncul lagi, namun aku mengabaikannya. Kata pertama yang keluar dari mulutku tanpa kusadari adalah, “Josh?!”
Mereka berdua menoleh serempak ke arahku. Josh dengan ekspresi kaget, Schuyler dengan ekspresi meremehkannya.
Aku melangkah cepat ke arah mereka, mengabaikan rasa sakit yang sedari tadi menyerang kepalaku.
“Ngapain lu bayarin nyokap gue? Gue NGGAK BUTUH belas kasihan lu!”
‘Nyuuuut.’
“Gua nggak... gua nggak bermaksud buat...”, Josh terlihat panik. Dari sudut mataku, dapat kulihat Schuyler mengernyit. Ia pasti tidak mengerti apa yang kami bicarakan. Biar saja! Aku tak perduli!
“Gue nggak butuh alasan! Gue bisa ngurus diri gue sendiri, juga keluarga gue!”
‘Nyuuuuut.’
Kuraih setumpuk uang di tasku, gaji yang Tante Lizzie berikan tadi siang. “Lu kira lu bisa beli gue!? Nggak! Lu salah besar, Josh Cain!”, ku lemparkan amplop berisi uang gajiku tadi ke arah Josh. “Nih! Gue balikkin! Gue nggak butuh rasa kasihan dari lu,” kutunjukkan telunjukku pada Josh, lalu kepada Schuyler selagi berkata, “apalagi dari lu! Gue nggak sudi ngemis-ngemis sama lu!”
‘Plakk!’
Satu detik... dua detik.. aku tak dapat merasakan apapun. Rasanya seperti mati rasa, lalu aku mulai dapat merasakan rasa panas menjalari pipi kiriku. Perlahan-lahan, semakin lama semakin sakit.
“Schuyler! What the- Do you know what the hell you just did!?”, geram Josh.
Why are you defending her? She’s just... not worth it. She deserves it!”, katanya santai, seperti baru saja membuang sampah pada tempatnya lalu ditegur.
‘Nyuuuuuut. Nyuut.’
Josh mendekatiku, “Are you alright?”. Dapat kurasakan tangannya menyentuh pelan pipi kiriku.
Let go of me!”, kutepis tangannya dengan tangan kiriku.
See?!”, Schuyler kembali memprovokasi.
It’s none of your business.”, dari celah-celah mataku, kulihat Josh memelototi Schuyler. Schuyler hanya acuh tak acuh menanggapinya.
‘Nyuuut. Nyuuuut. Nyuuuuut.’ Kepalaku mulai terasa semakin sakit, semakin sakit dan akhirnya seperti mau pecah dan setelah itu, semuanya menjadi gelap.

Chapter 23


POV – Yongguk

If you can’t explain, then you don’t have to!!!,” panggilan itu terputus. Layar laptopku kembali hitam.
“Arghh!!!,” kulayangkan tinjuku ke dinding yang ada di hadapanku. Sakit, tetapi tidak ada apa-apanya dibanding rasa sakit hatiku. Hyosung membenciku. Hanya 2 kata itu saja sudah bisa menghancurkan hidupku. Kenapa rencanaku jadi hancur begini?! Padahal aku berencana untuk mengejutkannya pada hari ulang tahunnya. Sekarang, semuanya gagal.
“Yongguk-hyung, wae? Did something happen?” Daehyun menepuk pundakku. Daehyun adalah trainee ST entertainment yang memiliki jadwal latihan yang sama denganku. Karena itu, hubungan kami cukup dekat.
My BFF, Hyosung, is angry to me. What should I do?”
Call her! Apologise!, “ balas Daehyun singkat. Aku melakukan apa yang dikatakannya. Aku tidak peduli jika pulsaku habis, yang penting kami berbaikan. Kutekan tombol hijau dan menempelkan HP-ku ke telingaku.
Sorry, your number was blocked by the owner of this number. Pip!”
Damn! She blocked my number!,” ucapku pada Daehyun.
Doesn’t she has any friend that you can call?”
Tiba-tiba, wajah seseorang terlintas di kepalaku. Jamie. Ya, Jamie. Aku akan menghubunginya sekarang! Aku akan menuntut penjelasan darinya!
“Choi Yongguk! Get back to your training now!,” teriak Himchan, pelatihku, tepat saat aku akan menekan nomor telepon Jamie. Argh! Aku akan langsung menghubunginya setelah latihanku selesai!
-o-
Hello? What’s the matter Choi Yongguk?,” balas Jamie kasar. Akhirnya aku bisa menghubunginya satu setengah jam setelah aku dimarahi oleh pelatih Himchan tadi.
You owe me lots of explanations!,” jawabku. “You and Hyosung are going out? What the hell has happened to  you?! You love Anjani, don’t you? But why are you going out with a girl you don’t even love?”
This isn’t the right time to talk about this. For me, it’s YOU who owe me explanations. What’ve you said to Hyosung? You hurt her, you know?!”
What do you mean by saying that to me?”
“Hmph!,” kudengar Jamie tertawa mengejek. “What do you think is happening now, Choi Yongguk? Hey, I’ll just say this once, so listen carefully. If you can’t take care of Hyosung, I’ll definitely make her forget about you, FOREVER!”
Jamie memutuskan hubungan telepon kami. Beberapa detik kemudian, Anja menghubungiku.
“Yongguk! You finally answer my call!,” teriak Anja.
Are you okay? Your voice are shaking. Did something happen?”
I’m okay. But... but... it’s... Hyosung... she... she fainted and was rushed to the hospital. Jamie is there now. I’m on my way.” Aku terpaku. Hyosung dilarikan ke RS?!

Chapter 22


POV – Anja

Aku menenangkan diri.
***
“Farid, besok lu jemput gue dari sekolah ya?” aku berbaring di kasurnya. Ia menatapku.
“Kamu sama Jamie, kalian berantem?” Farid sedang mengetik tugasnya. Meski begitu, sesekali ia melirikku. Mataku mulai berkaca-kaca. Farid yang awalnya melirikku kini sudah duduk di kasur, di sebelahku.
“Jamie pacaran-“ suaraku tercekat. Farid mengelus pundakku canggung. “Kemarin-“ aku menceritakan segalanya. Farid mendengarkan ceritaku sambil mengambilkan tisu. “Maap, gue lagi PMS, jadi sensitif gini.” Farid tersenyum.
“Udah, kamu kujemput besok. Pulang jam berapa, Ni? Aku samperin ke kelas.” Aku menangis memeluk Farid.
***
Sekarang, Valerie sudah berada di kamarku. Aku memang diam disana setelah kembali dari kamar Farid. Rambutku masih berantakan. Valerie mencoba menenangkanku. Tiba-tiba Jamie mengetuk pintu. Aku diam saja. Valeriepun tak kuizinkan membuka. Biar. Aku butuh ketenangan. Tiba-tiba ada telepon masuk dari HP Valerie. Valerie mengangkatnya. Ada sesuatu di wajahnya yang mengatakan bahwa ia panik. Ia sempat berkali-kali berkata “Mama.” Lalu keningnya mengernyit. Pada ujung telepon, ia bernapas lega. Aku menatapnya.
“Ada apa?” tanyaku. Jamie sepertinya sudah menyerah. Tak ada lagi gedoran di pintu. Biar. Paling juga ke Farid.
“Nggak, mamaku,” Valerie menjelaskan. “Katanya rumah sakit operasi mamaku lancar. Tapi tiba-tiba ada seseorang bayarin.”
“Bukannya bagus?” tanyaku. Aku mengernyit sedikit. Aku tahu ibu Valerie sakit. Tetapi aku tak tahu apa penyakitnya.
“Masalahnya, yang bayarin itu mantanku.” Ia menghela napas. Wajahnya kusut. Tentu, pekerjaan mengurasnya.
POV – Jamie

Sampai sekarang, aku masih belum mengerti perempuan. Meski tinggal dengan Anja, aku masih kesulitan mengenalnya. Sekarang ia mengacuhkanku, setelah Hyosung menyatakan “hubungan”nya denganku. Aku berjalan ke kamar Farid dan mengetuk pintu. Terdengar balasan, “masuk”. Aku membuka pintu. Seperti biasa, ia sedang bekerja.
“Kamu ada apa dengan Anjani? Tadi dia datang kesini, cerita sampai nangis lho tentangmu.” Farid berbalik menatapku. Shoot. Dia bisa memarahiku karena membuat “adik”nya menangis. “Kalian kalau mau berantem jangan kebangetan juga.” Suara bass Farid membuatnya terdengar seperti kakak yang penuh wibawa dan bijak. “Kamu “pacaran” sama Hyosung ‘kan? Supaya Anja jealous?” memang Farid pintar. Ia bisa menebak rencanaku.
“Kupikir itu jalan terbaik. Apa aku terlihat seperti memaksanya untuk mencintaiku, Farid agha?”
“Tumben pakai ‘agha’,” Farid berdeham. “Bukan begitu, Jamie agha. Tahukah kamu, Anjani sebenarnya menyayangimu? Namun sayangnya, Anjani belum belajar untuk mencintai. Anjani bercerita padaku ‘Farid, seharusnya gue bahagia karena Jamie akhirnya punya pacar ‘kan? Tapi kenapa gue malah nangis kecewa? Apa karena dia udah janji, Farid? Farid, gue bingung.’ Kamu membuat janji, Jamie agha. Kamu membuat janji untuk menyayanginya, janji harus dibayar.” Kok rasanya jadi melankolis begini? Inikah “pembicaraan pria” yang selalu Anja pertanyakan? Entah. Aku tidak seromantis itu.
“Nasihat Farid agha baik sekali,” jawabku. “Aku selalu berharap bisa seromantis Farid agha.”
Farid tersenyum. “Pengalaman itu penting, Jamie agha.” Ia menepuk pundakku. “Kembalilah dan jelaskan yang sebenarnya pada Anjani.”
Tiba-tiba ponselku berbunyi. Dari Hyosung. Bagus! Tepat saat aku ingin mengatakan untuk mengakhiri permainan ini. Saat kuangkat hanya terdengar suara Hyosung yang tercekat, “Jamie-“
“Hyosung?!!” aku harus ke rumahnya. Sekarang.

Chapter 21


Valerie’s POV

“Val! Here’s your fee for these days.”,  kata Tante Lizzie.
“Oh, thank you, Ma’am.”
Akhirnya aku mendapatkan gajiku untuk beberapa hari ini. Berhubung uangnya sudah berlebih, aku memutuskan untuk tidak menginap lagi. Kini... aku harus meninggalkan rumah ini.
Akupun berjalan pelan ke rumah. Tiba-tiba salah satu lagu Taylor Swift ‘Speak Now’ mengalun, tanda ada telepon masuk. Anja? Oh iya, Anja! Gimana ya keadaan dia sekarang?
“Anja? Nja, lu baik-baik aja kan?”
“Hiks...”
“Anja?? Lu di rumah kan? Gue kesana sekarang!”
***
Sesampainya di rumah Jamie dan Anja, aku langsung bergegas masuk. Mobil Jamie tidak ada. Berarti dia belum pulang. Sedangkan rumah itu tak terkunci. Hal itu menambahkan bukti betapa labilnya Anja saat ini.
Dengan segera ku gembokkan pagar rumah serta pintu depan rumah Anja. Kulangkahkan kakiku ke dalam lalu naik ke atas.
“Anja!”
Tak ada jawaban. Dimana Anja? Kubuka salah satu pintu yang ada disana dengan jari telunjukku mendorongnya. Pintu itu melayang terbuka dengan perlahan.
“Anja! Lu kenapa!?!?”
Anja tampak berantakan. Ia tampak kacau sekali. Rambutnya berantakan dan mukanya pucat. Anja... apa yang telah terjadi??
***
“Nja, lo mesti dengerin gua!!”, teriak Jamie.
Ini adalah kesekian kalinya ia meneriakkan itu. Sedangkan Anja hanya diam terpaku, sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Tubuhnya membelakangi pintu kayu yang memisahkan kami dengan Jamie. Aku duduk di depannya dengan tatapan yang aku sendiri tak bisa artikan.
“Anja!!”
Di tengah teriakan-teriakan itu, terdengar samar lagu Speak Now lagi. Kugapai HP-ku yang tadi kujejalkan ke dalam tas begitu saja. Unknown number.
“Ya, ini siapa ya?”, tanyaku dengan sedikit keras, berusaha mengalahkan suara Jamie.
“Emm... ini dik Valerie?”
“Iya, dengan saya sendiri. Maaf, ini siapa ya?”, dalam hati aku mencoba mengingat-ingat suara perempuan di seberang.
“Emm... ini Rumah Sakit Healthy Family, sebenarnya... keadaan ibu Dik Valerie...”
“Mama!? Mama kenapa, Sus?!?! Kenapa?!”
Teriakan Jamie dan isakkan pelan Anja terhenti begitu mendengar seruanku. Atau mungkin saja itu hanya perasaanku saja karena entah kenapa aku merasa saat itu heningggg... sekali.
“Ibu adik...”

Chapter 15

Anja's POV
Aku tersenyum. Mencari sebuah notes sambil membiarkan laptopku menyala. Di layarnya terlihat Yongguk sedang duduk menungguku. Senyumnya lebar.
"When will you tell me about Jamie?" Yongguk bertanya.
"Right after... THIS." Aku memperlihatkan sebuah notes di layar. Yongguk terkejut.
"Well, that's the past." Yongguk memalingkan wajahnya.
"How can I change this?"
*
Aku masih membayangkan kejadian itu.
"Oh no you can't."
"Why?"
"Because I still have a dad. You won't kill him, right?"
Aku masih sering terbahak karenanya. Karena gugup, aku salah bicara. Lalu segalanya berubah. Aku agak canggung menemui Jamie. Di rumah, kami juga jarang melakukan "ritual" sikat gigi bersama. Tapi kasihan juga. Aku harus meluruskan hal ini.
*
Yongguk masih terdiam di monitor.
"Jae, what's wrong with you and Jamie?"
"He asked me out after being OVER-protective because of THIS." Kembali kulayangkan notes itu.
"But I did nothing with you."
"We are Skype-ing."
"But I care about you both."
Tiba-tiba ada suara pintu terbanting. "Somebody's here. Call you back." Aku beranjak dari tempat dudukku, mencari tersangka yang membuka pintu kamarku sembarangan. Aku membuka pintu dan menuruni tangga.
"Okay, who the hell--" kalimatku terhenti melihat Hyosung dan Jamie.
Hyosung tampak menangis di rangkulan Jamie yang menahannya. Kepalanya bersandar di bahu Jamie. Jamie memegangi pinggangnya.
"WHAT THE HELL! You--" aku baru saja berniat untuk menyumpahinya ketika Jamie menghentikanku.
"Why do you Skype Yongguk?! That's not deal! Look at Hyosung! She's crying!"
"You're the crap! You gave me those words, and then--" kalimatku terhenti. Setitik air mata membasahi sudut mataku. Aku membanting pintu rumahku. " GET OFF MY DAMN HOUSE!"
Jamie menggedor-gedor pintu rumahku. "HEY! THIS IS ALL JUST A MISTAKE!"
Tetapi aku tahu, itulah akhir. Aku mengunci pintu lalu berlari ke tangga, kembali ke kamarku. Dari jendela kamarku aku melihat mobil Jamie berlalu dari pandangan.

Chapter 20

POV-Hyosung

"Hyosung, siapa yang mengantarmu tadi? Ayo ajak dia masuk!"
"Anieyo, umma. Itu cuma temanku, kok. Namanya Jamie. Kebetulan jalan pulangnya hari ini sama."
"Ooh... Okay. By the way, I've prepared your fave banana milkshake." Ibuku menunjuk kulkas yang ada di dapur. Aku tersenyum, tapi saat ini aku sedang tidak tertarik untuk meminum milkshake itu.
"I'll take it later."
Aku berlari menaiki tangga dan membuka pintu kamarku. Dengan segera, kuhempaskan tubuhku ke atas tempat tidur, mengingat kembali apa yang terjadi siang tadi. Mission 1~accomplished!!!
Jamie berhasil kutipu, demikian juga Anja. Anja Haris merasakan sakit hatiku! Dia sudah merebut Yongguk, jadi aku akan merebut Jamie darinya!
HP-ku bergetar beberapa menit kemudian. Kuambil HP-ku dan kulihat layarnya. Yongguk?! How can it be?!
Hyosung... Can we talk through Skype? NOW
Ada apa? Wae? What's the matter? Kunyalakan laptopku dan kubuka aplikasi video call itu. Beberapa menit kemudian, datanglah panggilan dari Yongguk. Kuterima panggilan iu dan dengan segera wajah Yongguk muncul di layar. Dia sedang ada di sebuah ruang latihan. Don't say...
"You've been a trainee in ST Ent, and you haven't told me?" Tanyaku.
Dia menggaruk kepalanya. "Anieyo... Hyosung. It's not the problem now. I want to talk about your friend, Anjani."
"What?! It's been a while since you haven't contact me and suddenly you contact me just because Anja?! What the hell!!! Neo jasigi!!!"
"Whoa... Keep calm, Hyosung. I heard that you've just had a new BF, Jamie?"
"It's none of your business! Even Ji Eun and Junhong haven't contact me at all! Is it because of you?! Ya, Choi Yongguk! Wae? Wae?!" Amarahku memuncak.
"You don't understand! It's just..."
"If you can't explain, then you don need to!!!" Kuputuskan sambungan video call itu dan kumatikan laptopku. Aku juga langsung menghapus no. telpnya dari HP-ku serta mem-block-nya. Tangisanku pecah. Aku sudah tidak tahan lagi! Cukup! CUKUP!!!
Kutukan kembali tombol demi tombol di HP-ku dan kuhubungi Jamie. Sudahlah! Tak ada gunanya balas dendam. Toh hal itu tidak dapat memperbaiki hubunganku dengan Yongguk.
"Halo? Hyosung? Ada apa?" Ucap Jamie di ujung telepon.
Napasku tersengal. Kenapa... Apa yang terjadi? Pandanganku mulai kabur. Tubuhku lemas tak bertenaga.
"Jamie..."
Itulah kata terakhir yang kuucapkan sebelum semuanya menjadi gelap.

Chapter 19

POV-Anja

Aku, Yongguk dan Jamie pernah membuat sebuah janji bodoh di masa kecil kami. Janji bodoh itu kami tuliskan di sebuah notes kecil bersampul kertas velvet ungu.
Isinya berinti bahwa, jika seseorang diantara Jamie/Yongguk tidak bisa menemaniku ketika aku harus pergi, maka ia tidak boleh bersamaku selamanya.
Yongguk-lah yang tidak bisa menemaniku pergi.
Dan kini aku ingin menghapus janji itu.
*
Aku melihat Hyosung menyatakan hubungannya dengan Jamie.
He is a sick bastard. Bodohnya, aku merasa, entah kenapa, sakit di dadaku ini karenanya. Setiap kali mengingat Hyosung dan Jamie, ingin rasanya aku menangis.
Kudatangi Valerie dengan mata sembap sehabis menangis di kamar mandi seusai sekolah.
"Nia! Lu kenapa?"
"Hyosung, Val. Dia pacaran sama Jamie, gue gak ngerti kenapa," jawabku lirih.
"Ya ampun! Ya udah deh, gue anter lu pulang!" Valerie memapahku keluar mencari taksi.
"Val," sahutku serak, "I know you got work."
Setelah puas membicarakan apa yang terjadi di taksi, Valerie menurunkanku di depan rumah. Aku memintanya untuk tidak mampir dahulu ke rumahku karena aku tahu ia harus bekerja. Setibaku di kamar, aku langsung menelepon Yongguk.
"What's up?" Angkatnya di telepon.
"Can you open Skype now?"
"I'm on rehearsal. But I think I can work on it. Five minutes, okay?"
Lima menit kemudian, Yongguk menemukanku di Skype dengan mata berkaca-kaca.
"What's wrong with you?"
"Somebody dated Jamie. And we both know who that person is."
"No, I don't. I don't live there."
"Really? Then what if that person is, Hyosung?"
Mata Yongguk membelalak.
"See? I know you know her."
"No way, no way. How..." Yongguk tercekat. Aku menceritakan apa yang terjadi dan ia mendengarkan.
"I'll talk to her." Kata Yongguk pada akhirnya. "Are you okay now? I must be back at rehearsal."
"I dont know." Aku menangkupkan tanganku pada wajah, menahan air mata.
"Just-don't cry, okay? I'll call you back real quick. Everything's gonna be alright."
Lalu sambungan terputus. Aku mencuci wajahku, lalu berjalan keluar kamarku menuju kamar Farid.

Chapter 18

Valerie's POV

*flashback*
"Who is he?"
Aku memang sangat berharap Schuyler akan ngomong sama aku, tapi bukan tentang ini.
"Which... he?"
"The one who drives you here."
"You mean... Josh?"
"Who is he?"
Aku ragu untuk menceritakannya. Tapi setelah kupikir-pikir, tak ada salahnya kuceritakan.
"My ex. But he betrays me."
"Really? Are you sure?"
"Yeah. Why?"
"Cause it looks like he still loves you."
**
Entah kenapa obrolan pertamaku dengan Schuyler masih mengusikku. Aku tahu kalau Josh sudah bukan punyaku lagi- sekarang maupun selamanya-tapi entah kenapa perkataan Schuyler itu seperti memberikan secercah harapan, tepat sebelum aku melupakan Josh sepenuhnya.
Loh itu bukannya Anja?
"Nja!" Sapaku.
Tidak ada jawaban. Loh? Anja nangis? ANJA NANGIS?!?! Kuhampiri Anja dengan tergesa-gesa.
"Nja! Lu kenapa?"
*Josh's POV*
SMAK Kriza. Disinilah aku berada sekarang. Sekolah empat Eri sekolah, sekolah dimana aku akan bersekolah kalau saja tak ada kejadian ITU. Ya, kejadian itu... Kejadian yang mengubah segalanya. Kini, di hari terakhirkulah di Indonesia, aku berharap bisa melihatnya, untuk sebentar saja.
"KRINGGG!"
Bel tanda pulang sekolah berdering. Anak-anak berseragam putih abu-abu berhamburan keluar. Tak lama, aku dapat menemukan Eri yang sedang menembus kerumunan.
"Eri..." Suaraku tercekat pada kata ri.
Loh? Itu siapa? Yang bersama Eri itu. Kenapa siswi itu menangis?
Untuk sesaat aku terdiam melihat itu. Melihat Eri menarik pelan siswi itu ke sebuah tadi yang ada di depan sekolah. Aku baru akan mengejar mereka saat sebuah tangan menahanku.
"You have an appointment with me, ain't you?" Kata Schuyler, cewek yang kemarin kutemui saat mengantar Eri...

Chapter 17

POV-Hyosung

"Yongguk... Wae? Wae? Am I not important to you anymore?"
Entah sudah berapa lama aku menangis. Aku terus memandangi selembar foto. Ya, fotoku dan Yongguk yang diambil di bandara pada hari aku meninggalkan Seoul denga kamera HP-ku. Berkali-kali terlintas di kepalaku untuk melakukan hal itu. Aku... tidak sanggup. Terlalu banyak kenangan yag tersimpan di dalam foto itu.
Tetes demi tetes air mataku jatuh membasahi halaman-halaman buku "Surat untuk Yongguk"-ku. Aku mencurahkan seluruh perasaanku di buku itu. Mulai dari rasa sedih, kesal, marah dan kekecewaanku atas apa yang dia lakukan. Apakah aku sudah tidak penting untuknya? Siapa aku di matanya?
Berbagai pertanyaan berkecamuk di pikiranku. Kenapa Yongguk tiba-tiba tidak bisa dihubungi? Bagaimana Anja bisa mengenal Yongguk? Kenapa Ji Eunike maupun Junhong tidak memberi kabar? Apa hubungan Anja dan Yongguk? Dan yang paling menyakiti hatiku, 'apa aku sudah tidak berarti lagi untuknya?'
Anja... Semua gara-gara Anja... Gara-gara Anja semuanya jadi begini. Yongguk juga berubah karena Anja... Anja... LO LIAT PEMBALASAN GUE!!!
*
"Jamie... Please, tolongin aku dong," aku menyatukan kedua telapak tanganku dan memohon.
"Bantuin apa?" Tanya Jamie tanpa minat. Sejak ditolak Anja, dia jadi tidak se-ceria dulu.
"Jangan bilang-bilang Anja, ya. Aku kemarin ngobrol sama Anja, katanya dia sebenernya suka sama kamu, cuman..." Aku sengaja membuat Jamie penasaran. Dan benar saja, dia terpancing oleh kebohonganku.
"Cuman apa?" Matanya berbinar penuh semangat. Kena kau! Hahaha...
"Cuman katanya dia yakin kamu nggak bakal direbut cewek lain. Makanya dia nggak mau janjian sama kamu," dustaku. "Makanya... Aku mau bantuin kalian dengan cara..."
"Apa? Apa? Cara apa? Aku bakal lakuin apa aja!"
"Aku mau bikin dia envy... Kita pura-pura jadian."
Awalnya Jamie tampak ragu. Dia melipat kedua tangannya di depan dada dan memandang ke langit-langit. "Hngg... Kamu yakin cara ini akan berhasil?"
"100%!" Aku mengangguk. "Cewek itu paling nggak tahan kalo cowok yang dia suka direbut cewek lain."
"Oke, deh, kalo gitu."
Kami saling mengaitkan jari kelingking kami. Aku melirik ke kanan diam-diam. Anja baru saja datang. Dia tampak kaget melihat aku berduaan dengan Jamie. Aku memeluk Jamie dengan erat, berpura-pura tidak tahu kalau Anja ada di sana. Aku sengaja memanggil Anja ke sini dengan alasan ingin menceritakan sesuatu.
"Oh! Anja!" Aku menoleh dam memandang wajah Anja. Dia terlihat shock. YES!!! "I'm so happy!!! Akhirnya aku sama Jamie jadian!"

Sunday, April 7, 2013

Chapter 16

-Schuyler POV-

Sekolah. Akankah hari ini seindah kemarin? Mungkin iya, atau bahkan tidak. Kemarin itu, mengapa orang tua selalu menyebalkan? Mau ini, mau itu, harus menuruti ini, harus menuruti itu, entahlah. Sebelum memulai sekolahku, aku membuka sebuah buku. Buku dengan kaitan tiga ring dan sampul dengan foto kami, fotoku dan Daniel. Sesaat aku membuka buku itu, dan memulai untuk menulis di atas kertas hitam itu.
***
Aku mengharapkan hari Valerie seperti kertas diaryku sekarang. Aku ingin menghancurkan apa yang terdapat di dalam dirinya. Aku harap tak sulit. Tapi, ada satu hal yang harus aku pastikan. Sudah dulu pagi ini.
***
"Ke mana kau kemarin?" Tanyaku begitu kakiku sampai di kelas itu. Kelas tiga sekawan itu.
"A... Eum, rumah sakit. Mengapa? Ada masalah?" Aku mengangkat sebelah alisku. Rumah sakit?
"Mengapa kau gugup? Aku yakin sesuatu yang buruk padamu. Tapi... terserah, aku tak peduli. Aku ingin kau temani aku pulang nanti, berjalan-jalan dan aku ingin mengenalkan kau pada temanku." Aku berbicara panjang lebar. Entah ia mengerti atau tidak. Aku segera meletakkan tasku dan pergi ke arah toilet. Aku sekedar membasuh wajahku, menghela nafasku dan kembali membasuh wajahku lagi. Ketika aku menatap ke arah cermin. A... ada... Mengapa ada dia?!
"Kau!! Mengapa kau...!!" Aku melihat sendiri orang itu membekapku. Gila saja, aku hampir mati karena tangannya menutup mulut dan saluran pernafasanku. Aku pun meronta, tentu saja dengan sekuat tenagaku.
"Schuyler, diam! Aku ingin membawamu keluar dari sini. Ganti bajumu dengan seragam ini." Aku mendengar suara suatu barat yang jatuh, begitu juga dengan kembalinya semua sistem pernafasanku.
"Kau gila, Xi Luhan! Mana ada laki-laki yang membekapku seperti itu. Keluar, untuk apa?!" Tanyaku. Tentu aku tak mau.
"Sudah! Kau ini..."
Aku merasakan sesuatu menghantam kepala dan tengkukku. Aku terdiam sesaat, sementara aku merasakan semua sarafku mati. Dan, aku tidak melihat apa-apa. Gelap sempurna. Dan saat itulah, terasa hidungku menolak menarik udara ke dalam...

Thursday, April 4, 2013

Chapter 14


Valerie’s POV

    Kubantingkan tubuhku ke kursiku. Arghh! Menyebalkan sekali! Benar-benar hari yang menyebalkan! Mengkuti Schuyler kesana-kemari, seolah-olah aku babunya! Dan lagi, ia tidak mengucapkan satu patah kata pun! Padahal, seharian ini aku mengajaknya bicara. Satu-satunya waktuku untuk beristirahat hanya pada KBM. Aku juga telah memutuskan untuk menginap di rumahnya untuk sementara ini. Selain karena deadline pembayarannya tinggal sebentar, aku juga ingin mengenalnya dengan lebih baik. Kupikir, ini akan menjadi semacam pajama’s party or something like that, tapi nyatanya aku disuruh tidur di lantai selama ia tidur di ranjang mewahnya!
    Lucy dan Claudia menghampiriku, namun tidak kugubris. Selain tidak ingin masalahku tersebar, aku juga tak ingin membuat mereka khawatir. Setelah mereka memastikan keadaanku, kutelungkupkan kepalaku ke atas meja. It’s gonna be a really long week.
*
    Kubereskan barang-barangku secepat kilat. Aku harus pergi ke rumah sakit secepatnya karena izin dari Tante Lizzie, mama Schuyler, hanya satu jam dari bubar sekolah. Kalau lewat… hiii aku tak berani membayangkannya!
    “Val!”
    Kupalingkan mukaku ke arah suara tersebut. Siapa sih? Orang lagi buru-buru gini juga! Terlihat Jamie berlari-lari kecil menghampiriku.
    “Gimana kemaren? Sukses?” selaku sebelum ia sempat mengatakan apapun, senyum tersungging di bibirku.
    Ia menggeleng. Raut mukaku pun berubah.
    “Sabar ya. Pasti ada alasannya dia nolak lu.”
    “Ya, tapi dia ngacangin gue, Val, dari kemaren!”
    “Oh ya? Anja sampe ngacangin lu?”
    “Iya, makanya gue mau minta lu bujukkin Anja sekarang.”
    “Duhh, Jam. Lu tau ndiri. Gue… Schuyler… Rumah sakit…” kugigit bibir bawahku.
    “Ok deh. Nggak papa. Gue juga baru inget. Sip deh, ada Hyosung kok.” Ia menunjuk ke arah Hyosung yang beru keluar dari kelas.
    “Let God bless you.” Aku pun bergegas pergi.
*
    Kamar 209. Nah, sampai! Aku baru saja akan membuka pintu berwarna putih itu saat sebuah tangan menghalangiku. Josh!
    “Josh!?!? Kok, kok, kamu ada di Indonesia?”
    Ia hanya menyunggingkan senyum khasnya. Oh no, jangan senyum itu.
    “Why don’t you tell me?
    “Tell you about?
    “Your mom! You promised me, if you have any trouble, you’ll tell me!
    Hening.
    “Just go. I’ll drive you later,” ucapnya lagi.

Chapter 13


Hyosung's POV

    Aneh... Ini benar-benar aneh. Hari ini ada yang aneh. Semuanya sangat aneh. Valerie terus mengikuti Schuyler ke manapun ia pergi. Padahal biasanya saat istirahat ia selalu pergi ke sana ke mari, mengunjungi berbagai tempat atau melakukan berbagai macam hal. Tapi hari ini tidak. Valerie hanya mengikuti Schuyler. Sementara itu, Schuyler seperti tidak memperdulikan Valerie. Valerie berusaha mengajaknya berbicara, tetapi ia hanya diam saja. Ada yang lain di dalam diri mereka, yang membuat mereka terlihat aneh di mataku.
    Anja menjauhi Jamie, padahal biasanya mereka selalu bersama-sama ke manapun mereka pergi. Ketika Anja melihat Jamie, maka ia akan langsung sembunyi. Rutinitas belajar bersama mereka di perpustakaan setiap jam istirahat kedua juga tidak terjadi hari ini. Sepertinya mereka bertengkar, mungkin karena Jamie menyatakan cintanya pada Anja kemarin. Apa Anja menolaknya? Sepertinya begitu.
    Luhan terus memandangi langit selama jam pelajaran berlangsung. Ia sampai ditegur oleh beberapa guru. Terkadang ia juga melamun sambil mencorat-coret buku pelajarannya. Aku ingin bertanya, tetapi aku tidak terlalu dengannya. Aku tidak ingin dianggap sebagai ‘orang-yang-suka-mencampuri-urusan-orang-lain’. Jadi, aku pun mengurungkan niatku dan hanya memandanginya, berharap mendapat ilham.
    Yongguk tidak bisa dihubungi sejak kemarin malam. Dia tidak on di Whatsapp dan Skype-nya juga off. Kucoba mengirim SMS, tak ada balasan. Aku me-mention-nya di Twitter, tidak ada respon. Padahal biasanya kami selalu berhubungan setiap hari. Apa yang terjadi padanya? Apa yang terjadi pada semua orang hari ini? Kenapa? Ada apa dengan kalian semua?
    Kucurahkan seluruh perasaanku di buku suratku untuk Yongguk. Semoga saat membacanya, dia merasa bersalah dan minta maaf. Tidak mungkin dia kenapa-napa karena aku sudah menghubungi Ji Eun dan dia bilang Yongguk masih sehat seperti biasanya. Ada yang aneh… aku juga sudah meminta Junhong untuk menanyakan masalah ini kepada Yongguk. Dia membalas pesanku dengan kata “Oke!” tapi sampai sekarang belum ada pemberitahuan lebih lanjut. Apa Yongguk tidak mau menjawab?
    “Hyosung… Tolong aku, please…” tiba-tiba Jamie menghampiriku sepulang sekolah.
    “Ya, ada apa?” balasku.
    “Anja menolakku dan menjauhiku. Aku tidak keberatan ditolak tapi aku tidak mau dia menjauhiku. Tolong ikut aku ke rumah kami dan tanyakan soal itu padanya, ya… Please…”
    “Boleh... Tunggu, ya.” Aku mengirim SMS pada supirku kalau aku akan pergi ke rumah temanku. “Ayo kita pergi sekarang. Kau harus mengantarku pulang, ya?” Jamie mengangguk.
***
    “Anja!!! Ada temen kamu yang datang, nih!!!” teriak ibu Anja di depan pintu kamarnya. “Masuk saja, Hyosung. Anja lagi main internet.”
    Aku membuka pintu pelan-pelan dan melihat Anja duduk membelakangiku dengan laptop di hadapannya. Aku tersentak melihat apa yang terpampang di layar laptop Anja. YONGGUK!!! Anja sedang Skype-an dengan Yongguk! Detik itu juga, kubanting pintu kamar Anja dan berlari meninggalkan rumah itu.

Wednesday, March 27, 2013

Author's Note: Yumi Yuli

  Hi! This is Yumi Yuli, as you have known on Muffin Story, and this is my first time working with other authors (or what you can say high school students who are aspiring writer). I will be writing in the point of view of Anjani (Anja), and James (Jamie). But my main character is Anjani. There might be more point of view of other new characters of mine, but let's just keep that for later on. It will be very exciting, and probably some of you wonders why I mention a different blog than N.C. and A.Z. Let's just say that I don't collaborate on Zehn-Vier project with them, so I mentioned mine. But check theirs too, because the stories are thrilling.

  Anyway, rather than disturbing your activity (of reading) by this note, I'd rather present you this story, a mix of everything at once. We hope that you enjoy it, and that the story will lasts and lingers at the back of your head. Pop it out sometimes, and spread it to others. Oh! And we are very open for your critics and comments. Feel free to interact with us.
  
  Hi! YumiYuli di sini, dan ini pertama kalinya gue bekerja sama dengan penulis lain (alias anak SMA yang terobsesi menjadi penulis seperti gue, haha). Gue akan menulis dalam POV-nya Anjani (Anja), dan James (Jamie). Tapi pemeran utama dari gue adalah Anjani. Tentunya akan ada POV-POV lain dari karakter yang baru yang akan datang, tetapi disimpan saja itu untuk nanti. Mungkin ada diantara kalian yang bertanya-tanya kenapa gue menulis website yang berbeda dengan N.C. dan A.Z. Gue nggak bekerja di project mereka yang lain, jadi gue tulis yang punya gue. Tapi, teteup kalian harus baca project mereka,karena isinya SERU BANGET.

  So, selamat membaca, have fun, dan semoga kalian suka. Jangan lupa komen dan rekomen(dasi) blog ini. 

Cheers!

YumiYuli  X

Tuesday, March 26, 2013

Author's Note from N.C

     Halo semuanya, nama gue N.C. atau kalo kalian udah baca AN-nya Angela, Nathania Chen. Bagi yang bingung, pen name gue ada dua, N.C sama N.Z. N-nya sama-sama Nathania cuman Z-nya itu nama keluarga yang masih dirahasiakan. Hehehe... Gue bakal seneng banget kalo ada yang mau tinggalin komen atau kirim e-mail ke gue terkait cerita yang kita tulis ini. Oh ya, tokoh utama gue Hyosung. Dan soal blog gue dan Angela, zehnvierjn.blogspot.com, kita bakal seneng banget kalo kalian baca atau sekalian promosiin ke temen-temen kalian. Tapi attention! Itu dalam bahasa Inggris, jadi mungkin akan sedikit membingungkan. Tapi Inggrisnya nggak susah-susah banget kok, jadi gak usah liat-liat kamus. Semoga kalian menikmati ;) 

N.C.

Chapter 12


- Schuyler POV  -

Baiklah. Aku masih tak mengerti hari ini. Bayangkan saja, aku masih belum bisa menghafal wajah-wajah itu. Aku hanya ingat ada seseorang yang seperti orang-orang di video klip korean pop yang terkenal itu. She’s so Korean. Satu lagi, looks so Indonesian. Dan yang satu lagi... entahlah.
Hari pertama masuk sekolah, aku bahkan belum bisa mengerti apa yang terjadi di kelas internasional itu. Sedikit orang, entahlah. Aku bahkan mengakui bahwa otakku tak dapat mengingat secara cepat. Butuh 1-2 minggu untuk itu.
Ah, laki-laki itu. Ya, tentu aku mengingat laki-laki cina yang selalu bersama Daniel. Aku bahkan tak tahu ia telah menapakkan kakinya di Indonesia. Ya, Luhan. Aku mengingatnya.
-Flashback-
“Kau Schuyler?”
Aku terdiam. Siapa? Aku tak merasa diikuti sedari tadi. Aku pun berbicara tidak dengan suara yang keras. Dia siapa? “Iya?” jawabku tanpa menoleh. Aku takut, sesuatu yang buruk terjadi. Dan tiba-tiba aku mengingat saat ia memegang tanganku saat aku takut. Aneh, namun air mataku jatuh lagi. Aku menahan suara isakanku. Namun percuma saja, air mataku sudah jatuh ke lantai berornamen kayu itu. Coklat. Aku seperti melihat semburat kehadirannya. Bayangan gelap yang tak dapat kuraih walau aku berlari.
“Jangan menangis.”
Aku tersadar dari lamunanku. Ia siapa? “Kau... siapa?” tanyaku yang masih sedikit terisak.
“Aku? Laki-laki yang sedari tadi kau pandangi. Kau bertanya-tanya mengapa aku melihat ke arah jendela? Iya?”
Aku terdiam. Air mataku tiba-tiba tertahan, dan kepalaku secara tak sadar mengangkat dirinya sendiri dan mataku dengan sendirinya menatap mata dan wajah orang itu. “A... Apakah kita pernah bertemu? Apa aku mengenalmu?”
“Kau tidak mengenalku, Schuyler. Aku juga tidak mengenalmu. Sedari tadi, aku melihat bayangan wajahmu melewatu sinar matahari yang memantulkan wajahmu. Kau sangat cantik, percayalah. Dan liontin itu sangat cocok menggantung pada lehermu. Kau tahu, kita memang tidak pernah bertemu. Namun, ingatkah kau atas kejadian 4 tahun yang lalu?”
Aku terdiam. 4 tahun lalu? Entahlah aku masih mengingatnya atau sudah melupakannya. 4 tahun yang lalu? Yang mana? Banyak hal yang terjadi  pada 4 tahun yang lalu. Apakah mungkin jika... “Berkaitan dengan... Daniel?” tanyaku penasaran. Aku tak mungkin percaya apabila ia mengatakan hal yang tak ingin aku dengar.
“Tentu saja. Ia meninggal 3 minggu yang lalu bukan? Dan itu mengapa kau pindah kemari? Melupakan Daniel?”
Aku terdiam, tak tahu harus bicara apa, tak tahu harus melakukan apa. “Ba... Bagaimana kau... tahu?”
-End of flashback-
“Schuyler.”
Oh, what?!” aku tersadar dari lamunanku itu. Akupun sedikit berteriak pada ibuku yang berada di luar kamarku.
I got something. You’ll be accompanied by a girl. In Indonesia. Starts tomorrow.”
“WHAT?! You’ve gotta be joking, Mom!” dan seketika itu pula, aku punya rencana besar.