Monday, April 8, 2013

Chapter 24


Valerie’s POV

Tiba-tiba terdengar suara teriakan Jamie, “Hyosung!”
Hyosung? Ada apa dengan Hyosung? Terdengar suara pintu yang terbuka lalu dibanting. Akupun berlari keluar, mengabaikan larangan Anja. Rasa khawatirku lebih besar.
“Hyosung kenapa, Jam!?”, teriakku.
“Lu disini!?”, balasnya kaget. Matanya terbelalak.
“Hyosung kenapa???”, desakku lagi, mengabaikan keterkejutannya.
“Ikut gua.”
***
Lambang UGD tertulis besar-besar disana. Aku duduk termenung. Kakiku tak dapat berhenti bergetar, menandakan besarnya rasa khawatirku. Hyosung... apa yang terjadi padamu? Kenapa kamu tiba-tiba pingsan? Ada apa denganmu, Jamie, dan Anja?
‘Nyuut.” Kepalaku terasa sedikit sakit. Rasanya ada yang menekannya.
So that’s Val’s mom?”
Yeah...
Josh!? Itu kan suara Josh!? Aku menoleh cepat ke arah suara tersebut. Disanalah kulihat Josh dan Schuyler. Berdiri berhadap-hadapan di depan kasir.
‘Nyuuut.’ Rasa itu muncul lagi, namun aku mengabaikannya. Kata pertama yang keluar dari mulutku tanpa kusadari adalah, “Josh?!”
Mereka berdua menoleh serempak ke arahku. Josh dengan ekspresi kaget, Schuyler dengan ekspresi meremehkannya.
Aku melangkah cepat ke arah mereka, mengabaikan rasa sakit yang sedari tadi menyerang kepalaku.
“Ngapain lu bayarin nyokap gue? Gue NGGAK BUTUH belas kasihan lu!”
‘Nyuuuut.’
“Gua nggak... gua nggak bermaksud buat...”, Josh terlihat panik. Dari sudut mataku, dapat kulihat Schuyler mengernyit. Ia pasti tidak mengerti apa yang kami bicarakan. Biar saja! Aku tak perduli!
“Gue nggak butuh alasan! Gue bisa ngurus diri gue sendiri, juga keluarga gue!”
‘Nyuuuuut.’
Kuraih setumpuk uang di tasku, gaji yang Tante Lizzie berikan tadi siang. “Lu kira lu bisa beli gue!? Nggak! Lu salah besar, Josh Cain!”, ku lemparkan amplop berisi uang gajiku tadi ke arah Josh. “Nih! Gue balikkin! Gue nggak butuh rasa kasihan dari lu,” kutunjukkan telunjukku pada Josh, lalu kepada Schuyler selagi berkata, “apalagi dari lu! Gue nggak sudi ngemis-ngemis sama lu!”
‘Plakk!’
Satu detik... dua detik.. aku tak dapat merasakan apapun. Rasanya seperti mati rasa, lalu aku mulai dapat merasakan rasa panas menjalari pipi kiriku. Perlahan-lahan, semakin lama semakin sakit.
“Schuyler! What the- Do you know what the hell you just did!?”, geram Josh.
Why are you defending her? She’s just... not worth it. She deserves it!”, katanya santai, seperti baru saja membuang sampah pada tempatnya lalu ditegur.
‘Nyuuuuuut. Nyuut.’
Josh mendekatiku, “Are you alright?”. Dapat kurasakan tangannya menyentuh pelan pipi kiriku.
Let go of me!”, kutepis tangannya dengan tangan kiriku.
See?!”, Schuyler kembali memprovokasi.
It’s none of your business.”, dari celah-celah mataku, kulihat Josh memelototi Schuyler. Schuyler hanya acuh tak acuh menanggapinya.
‘Nyuuut. Nyuuuut. Nyuuuuut.’ Kepalaku mulai terasa semakin sakit, semakin sakit dan akhirnya seperti mau pecah dan setelah itu, semuanya menjadi gelap.

No comments:

Post a Comment