Tuesday, April 23, 2013

Author's Note from "altariaa"

Hello everyone, annyeonghaseyo yeoreobun :) mannaseo bangabda! ^^

Well, gak ngeselin emang tiba-tiba Schuyler ilang gatau kemana (padahal apa yang ingin saya raih belum sempet saya ketik -_-) tapi begitulah. tapi saya sudah kembali - akhirnya, haha.

perkenalkan, je ireumeun altariaa ibnida (nama saya altariaa). bergabung dalam Lingering Tale ini dengan tokoh utama Schuyler dan dilanjutkan (mirip upacara ... whatever lah -_-) dengan tokoh-tokoh seperti Luhan, Daniel, dan sebagaimacamnya. tunggu aja yaa :) gamsahabnida yeoreobun :)

ps : tolong kasih komentar yang membangun ya buat cerita kami semua. komen kalian sangat membantu dan bermanfaat loh buat kita mengembangkan ide-ide kita (dan menjatuhkan satu sama lain ._.)

Monday, April 8, 2013

Chapter 24


Valerie’s POV

Tiba-tiba terdengar suara teriakan Jamie, “Hyosung!”
Hyosung? Ada apa dengan Hyosung? Terdengar suara pintu yang terbuka lalu dibanting. Akupun berlari keluar, mengabaikan larangan Anja. Rasa khawatirku lebih besar.
“Hyosung kenapa, Jam!?”, teriakku.
“Lu disini!?”, balasnya kaget. Matanya terbelalak.
“Hyosung kenapa???”, desakku lagi, mengabaikan keterkejutannya.
“Ikut gua.”
***
Lambang UGD tertulis besar-besar disana. Aku duduk termenung. Kakiku tak dapat berhenti bergetar, menandakan besarnya rasa khawatirku. Hyosung... apa yang terjadi padamu? Kenapa kamu tiba-tiba pingsan? Ada apa denganmu, Jamie, dan Anja?
‘Nyuut.” Kepalaku terasa sedikit sakit. Rasanya ada yang menekannya.
So that’s Val’s mom?”
Yeah...
Josh!? Itu kan suara Josh!? Aku menoleh cepat ke arah suara tersebut. Disanalah kulihat Josh dan Schuyler. Berdiri berhadap-hadapan di depan kasir.
‘Nyuuut.’ Rasa itu muncul lagi, namun aku mengabaikannya. Kata pertama yang keluar dari mulutku tanpa kusadari adalah, “Josh?!”
Mereka berdua menoleh serempak ke arahku. Josh dengan ekspresi kaget, Schuyler dengan ekspresi meremehkannya.
Aku melangkah cepat ke arah mereka, mengabaikan rasa sakit yang sedari tadi menyerang kepalaku.
“Ngapain lu bayarin nyokap gue? Gue NGGAK BUTUH belas kasihan lu!”
‘Nyuuuut.’
“Gua nggak... gua nggak bermaksud buat...”, Josh terlihat panik. Dari sudut mataku, dapat kulihat Schuyler mengernyit. Ia pasti tidak mengerti apa yang kami bicarakan. Biar saja! Aku tak perduli!
“Gue nggak butuh alasan! Gue bisa ngurus diri gue sendiri, juga keluarga gue!”
‘Nyuuuuut.’
Kuraih setumpuk uang di tasku, gaji yang Tante Lizzie berikan tadi siang. “Lu kira lu bisa beli gue!? Nggak! Lu salah besar, Josh Cain!”, ku lemparkan amplop berisi uang gajiku tadi ke arah Josh. “Nih! Gue balikkin! Gue nggak butuh rasa kasihan dari lu,” kutunjukkan telunjukku pada Josh, lalu kepada Schuyler selagi berkata, “apalagi dari lu! Gue nggak sudi ngemis-ngemis sama lu!”
‘Plakk!’
Satu detik... dua detik.. aku tak dapat merasakan apapun. Rasanya seperti mati rasa, lalu aku mulai dapat merasakan rasa panas menjalari pipi kiriku. Perlahan-lahan, semakin lama semakin sakit.
“Schuyler! What the- Do you know what the hell you just did!?”, geram Josh.
Why are you defending her? She’s just... not worth it. She deserves it!”, katanya santai, seperti baru saja membuang sampah pada tempatnya lalu ditegur.
‘Nyuuuuuut. Nyuut.’
Josh mendekatiku, “Are you alright?”. Dapat kurasakan tangannya menyentuh pelan pipi kiriku.
Let go of me!”, kutepis tangannya dengan tangan kiriku.
See?!”, Schuyler kembali memprovokasi.
It’s none of your business.”, dari celah-celah mataku, kulihat Josh memelototi Schuyler. Schuyler hanya acuh tak acuh menanggapinya.
‘Nyuuut. Nyuuuut. Nyuuuuut.’ Kepalaku mulai terasa semakin sakit, semakin sakit dan akhirnya seperti mau pecah dan setelah itu, semuanya menjadi gelap.

Chapter 23


POV – Yongguk

If you can’t explain, then you don’t have to!!!,” panggilan itu terputus. Layar laptopku kembali hitam.
“Arghh!!!,” kulayangkan tinjuku ke dinding yang ada di hadapanku. Sakit, tetapi tidak ada apa-apanya dibanding rasa sakit hatiku. Hyosung membenciku. Hanya 2 kata itu saja sudah bisa menghancurkan hidupku. Kenapa rencanaku jadi hancur begini?! Padahal aku berencana untuk mengejutkannya pada hari ulang tahunnya. Sekarang, semuanya gagal.
“Yongguk-hyung, wae? Did something happen?” Daehyun menepuk pundakku. Daehyun adalah trainee ST entertainment yang memiliki jadwal latihan yang sama denganku. Karena itu, hubungan kami cukup dekat.
My BFF, Hyosung, is angry to me. What should I do?”
Call her! Apologise!, “ balas Daehyun singkat. Aku melakukan apa yang dikatakannya. Aku tidak peduli jika pulsaku habis, yang penting kami berbaikan. Kutekan tombol hijau dan menempelkan HP-ku ke telingaku.
Sorry, your number was blocked by the owner of this number. Pip!”
Damn! She blocked my number!,” ucapku pada Daehyun.
Doesn’t she has any friend that you can call?”
Tiba-tiba, wajah seseorang terlintas di kepalaku. Jamie. Ya, Jamie. Aku akan menghubunginya sekarang! Aku akan menuntut penjelasan darinya!
“Choi Yongguk! Get back to your training now!,” teriak Himchan, pelatihku, tepat saat aku akan menekan nomor telepon Jamie. Argh! Aku akan langsung menghubunginya setelah latihanku selesai!
-o-
Hello? What’s the matter Choi Yongguk?,” balas Jamie kasar. Akhirnya aku bisa menghubunginya satu setengah jam setelah aku dimarahi oleh pelatih Himchan tadi.
You owe me lots of explanations!,” jawabku. “You and Hyosung are going out? What the hell has happened to  you?! You love Anjani, don’t you? But why are you going out with a girl you don’t even love?”
This isn’t the right time to talk about this. For me, it’s YOU who owe me explanations. What’ve you said to Hyosung? You hurt her, you know?!”
What do you mean by saying that to me?”
“Hmph!,” kudengar Jamie tertawa mengejek. “What do you think is happening now, Choi Yongguk? Hey, I’ll just say this once, so listen carefully. If you can’t take care of Hyosung, I’ll definitely make her forget about you, FOREVER!”
Jamie memutuskan hubungan telepon kami. Beberapa detik kemudian, Anja menghubungiku.
“Yongguk! You finally answer my call!,” teriak Anja.
Are you okay? Your voice are shaking. Did something happen?”
I’m okay. But... but... it’s... Hyosung... she... she fainted and was rushed to the hospital. Jamie is there now. I’m on my way.” Aku terpaku. Hyosung dilarikan ke RS?!

Chapter 22


POV – Anja

Aku menenangkan diri.
***
“Farid, besok lu jemput gue dari sekolah ya?” aku berbaring di kasurnya. Ia menatapku.
“Kamu sama Jamie, kalian berantem?” Farid sedang mengetik tugasnya. Meski begitu, sesekali ia melirikku. Mataku mulai berkaca-kaca. Farid yang awalnya melirikku kini sudah duduk di kasur, di sebelahku.
“Jamie pacaran-“ suaraku tercekat. Farid mengelus pundakku canggung. “Kemarin-“ aku menceritakan segalanya. Farid mendengarkan ceritaku sambil mengambilkan tisu. “Maap, gue lagi PMS, jadi sensitif gini.” Farid tersenyum.
“Udah, kamu kujemput besok. Pulang jam berapa, Ni? Aku samperin ke kelas.” Aku menangis memeluk Farid.
***
Sekarang, Valerie sudah berada di kamarku. Aku memang diam disana setelah kembali dari kamar Farid. Rambutku masih berantakan. Valerie mencoba menenangkanku. Tiba-tiba Jamie mengetuk pintu. Aku diam saja. Valeriepun tak kuizinkan membuka. Biar. Aku butuh ketenangan. Tiba-tiba ada telepon masuk dari HP Valerie. Valerie mengangkatnya. Ada sesuatu di wajahnya yang mengatakan bahwa ia panik. Ia sempat berkali-kali berkata “Mama.” Lalu keningnya mengernyit. Pada ujung telepon, ia bernapas lega. Aku menatapnya.
“Ada apa?” tanyaku. Jamie sepertinya sudah menyerah. Tak ada lagi gedoran di pintu. Biar. Paling juga ke Farid.
“Nggak, mamaku,” Valerie menjelaskan. “Katanya rumah sakit operasi mamaku lancar. Tapi tiba-tiba ada seseorang bayarin.”
“Bukannya bagus?” tanyaku. Aku mengernyit sedikit. Aku tahu ibu Valerie sakit. Tetapi aku tak tahu apa penyakitnya.
“Masalahnya, yang bayarin itu mantanku.” Ia menghela napas. Wajahnya kusut. Tentu, pekerjaan mengurasnya.
POV – Jamie

Sampai sekarang, aku masih belum mengerti perempuan. Meski tinggal dengan Anja, aku masih kesulitan mengenalnya. Sekarang ia mengacuhkanku, setelah Hyosung menyatakan “hubungan”nya denganku. Aku berjalan ke kamar Farid dan mengetuk pintu. Terdengar balasan, “masuk”. Aku membuka pintu. Seperti biasa, ia sedang bekerja.
“Kamu ada apa dengan Anjani? Tadi dia datang kesini, cerita sampai nangis lho tentangmu.” Farid berbalik menatapku. Shoot. Dia bisa memarahiku karena membuat “adik”nya menangis. “Kalian kalau mau berantem jangan kebangetan juga.” Suara bass Farid membuatnya terdengar seperti kakak yang penuh wibawa dan bijak. “Kamu “pacaran” sama Hyosung ‘kan? Supaya Anja jealous?” memang Farid pintar. Ia bisa menebak rencanaku.
“Kupikir itu jalan terbaik. Apa aku terlihat seperti memaksanya untuk mencintaiku, Farid agha?”
“Tumben pakai ‘agha’,” Farid berdeham. “Bukan begitu, Jamie agha. Tahukah kamu, Anjani sebenarnya menyayangimu? Namun sayangnya, Anjani belum belajar untuk mencintai. Anjani bercerita padaku ‘Farid, seharusnya gue bahagia karena Jamie akhirnya punya pacar ‘kan? Tapi kenapa gue malah nangis kecewa? Apa karena dia udah janji, Farid? Farid, gue bingung.’ Kamu membuat janji, Jamie agha. Kamu membuat janji untuk menyayanginya, janji harus dibayar.” Kok rasanya jadi melankolis begini? Inikah “pembicaraan pria” yang selalu Anja pertanyakan? Entah. Aku tidak seromantis itu.
“Nasihat Farid agha baik sekali,” jawabku. “Aku selalu berharap bisa seromantis Farid agha.”
Farid tersenyum. “Pengalaman itu penting, Jamie agha.” Ia menepuk pundakku. “Kembalilah dan jelaskan yang sebenarnya pada Anjani.”
Tiba-tiba ponselku berbunyi. Dari Hyosung. Bagus! Tepat saat aku ingin mengatakan untuk mengakhiri permainan ini. Saat kuangkat hanya terdengar suara Hyosung yang tercekat, “Jamie-“
“Hyosung?!!” aku harus ke rumahnya. Sekarang.